Sunday 30 July 2017

Kadang Kita "Lupa" Esensinya

Kemarin saya menghadiri acara pernikahan teman versi bule. Teman saya orang Indonesia asli tapi menikah sama bule Itali. Rombongan dari Itali didatangkan juga saat hari resepsi pernikahannya. Perayaan yang dilakukan dibuat 2 versi yaitu versi biasa yang menghadirkan banyak teman dan kerabat, modelnya pengantin duduk di pelaminan dan tamu bersalaman. Versi malam diadakan bagi kerabat dr Itali beserta teman-teman dekat pengantin.

Hal yang menarik dari acara nikahan tersebut adalah acaranya nyantai, seru dan bisa dinikmati oleh seluruh tamu undangan. Mengapa demikian? undangannya hanya sedikit sekitar 60 orang. Acara dihadiri dari awal sampai akhir oleh seluruh tamu. Berlangsung sekitar 3 jam dengan ruang yg cukup dan suasana menyenangkan. Kesan yg didapat dari para tamu ketika pulang adalah, acaranya seru dan menyenangkan. Esensi "ingin merayakan dan berbagi kebahagiaannya" dapet. Gak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk acara tersebut, mulai dari sewa hotel, makanan, dekorasi, band dan makanan. Tapi tujuan dan kegiatan yg dilakukan rasanya nyambung dan "dapet" banget.

Satu hal yg mengganjal dalam pikiran saya saat itu, kenapa ya kita kebanyakan harus gelar acara nikahan dengan undangan yang sangat banyak? Terus terang saya lebih senang model-model acara yg "dapet" semacem nikahan ala teman saya itu daripada undangan yang antri dimana-mana. Mau makan antri, mau salaman antri, cari parkir aja kadang susah. Pengantennya juga kasian. Berjam-jam berdiri dan gak semua orang juga dikenal.

Masih mending sih kalo acara yang gedegedean tersebut gak membuat banyak pasangan harus menunda-nunda pernikahan karena "belum punya modal". Yang kasian itu kalau keukeuh pengen acara nikahan yg gedegedean tapi ga punya uangnya.

Sepemahaman saya, nikah versi islam di Indonesia bahkan amat sangat sederhana. Cukup ijab kabul di KUA, ada wali, saksi dan mas kawin. Selesai. Beres dalam waktu kurang dari 1 jam. Setelahnya dilakukan proses walimah nikah untuk mengenalkan pasangan tersebut sehingga tidak menimbulkan fitnah. Oh ini teh suaminya. Oh itu teh istrinya. Gitu. Jadi tak perlu mewah-mewah apalagi kalo ga punya uangnya. Ada uangnya juga mending dipakai untuk hal lain yang lebih mendesak macem DP rumah dll.

Alhamdulillah di nikahan saya dicoba diterapkan prinsip ini. Emang kepengen banget dilakukan dengan sederhana terinspirasi denger cerita dari temen. Adenya akad nikah di rumah setelah magrib. Disambung pengajian. Ga ngundang banyak orang, yang penting sah dan sudah memenuhi kewajiban untuk mengenalkan kedua pengantin ke masyarakat sekitar.

Pas saya mau nikah pas ga punya tabungan. Rada kalang kabut juga karena sesederhana apapun, tetep ga bisa nol rupiah. Dan gamau nunda menikah juga. Prinsip lebih baik disegerakan tea. Jadi begitu punya modal dasar untuk nikah dengan versi sangat sederhana, ya nekad aja. Itungan kasarnya, uang itu cukup buat biaya ke KUA (yang ternyata nol rupiah), mas kawin dan makan untuk sekeluarga Cimahi dan Sumedang. Bahkan temen-temen udah ga dipikirin untuk dihadirkan saat itu. Yang penting disahkan aja dulu. Nanti kalo ada rizkinya, bisa bikin acara ngumpul sambil makan-makan sederhana sehingga pada kenal sama kita sebagai pasangan baru.

Niat itu yang tertanam di dalam pikiran. Dan selanjutnya bergulir aja lancar Alhamdulillah. Tak sesederhana acara pengajian adiknya temen yg saya ceritakan di awal, tapi tetap sederhana dan maknanya dapet. Dramanya lumayan "seru" tapi masih bisa terhandle.

Akad nikah berjalan sederhana banget di KUA makanya nol rupiah. Acara resepsi yang awalnya tak mengundang teman-teman, ahirnya bisa menghadirkan lebih banyak kerabat dan teman-teman karena porsi makan bisa ditambah (akhirnya sumbangan kanan kiri kerabat lah yg bisa membantu mewujudkannya). Ditambah bonus segerobak baso malang, lengkap dengan mamangnya 😆

Seru bisa berkumpul bersama di hari bahagia bersama teman-teman dan doa-doa mengalir dengan deras hari itu di rumah dan lewat media sosial. Alhamdulillah  hal-hal wajib telah ditunaikan. Selanjutnya adalah tantangan untuk berjuang sama-sama supaya menjadi pernikahan yang barokah, saya dan suami semoga dipersatukan dalam kebaikan.

Foto: Yossa


Jadi, balik lagi aja kepada hal-hal yg esensinya dan fokuslah untuk mencapai tujuan. Kalau kita yakin dan niatnya bener, maka ada aja jalannya dan justru ada bonus-bonus yang bertebaran.

Derrr ah! Sok siapa yg mau segera menikah?

Tuesday 18 July 2017

#kulkas2017

Kalau menginginkan sesuatu, maka sering-seringlah memikirkan dan membicarakan hal tersebut dalam segala kesempatan. Katanya itu salah satu jalan untuk mencapai tujuan kita.

Salah satu hal yang sangat-sangat sering dibicarakan dan akhirnya tercapai pada waktu terbaik (walaupun lama pisan nunggunya) adalah JODOH. Diomongin di segala kesempatan, ditanyain " kapan? kapan? kapan?" sampai bosen jawabnya, didoain terus-terusan sama diri sendiri maupun sama banyak orang, termasuk diobrolin di grup-grup wasap dan di medsos segala! Indonesia banget lah ya. Tapi sejauh ini sih oke-oke aja. Gak merasa diusilin karena memang pada dasarnya si jodoh dan menikah itu adalah sesuatu yang diinginkan dari kapan taun. Di medsos dan di grup, sampai udah berapa kali ganti hastag terkait perjodohan dan pernikahan. Biasanya hastagnya dibikinin sama temen-temen. Gituweh punya temen-temen yang super kreatif mah. Dan akhirnya hastag #anilMenikah2016 yang terbukti berhasil! Berhasil dalam artian: saya sendiri ga nyangka akan menikah dengan waktu persiapan dan perkenalan yang sangat singkat (hanya 1,5 bulan) dengan orang yang ujug-ujug ditemukan di TPS wkwkwk. Tentang hal itu, kapan-kapan lah ya diceritain. Tapi pada intinya: si swami adalah bukti dari teori: Kalau menginginkan sesuatu, maka sering-seringlah memikirkan dan membicarakan hal tersebut dalam segala kesempatan. 

Nah, dengan teori yang sama, sesungguhnya saya lagi ingin membuktikannya pada keinginan saya yang lain yaitu #kulkas2017. Naha dari jodoh kana kulkas? Ya karena sama-sama keinginan. 

Seingat saya, dari bayi brojol, budaya "punya kulkas" ini sudah menempel dalam keseharian. Kulkas jadi salah satu jalan untuk mendapatkan makanan dan minuman yang diinginkan, kulkas jadi salah satu tempat penyimpanan makanan dan minuman yang belum diolah maupun yang masih tersisa. Di rumah Cimahi saya akrab dengan 3 kulkas. Mulai dari kulkas Putih yang jadul. Lalu si Putih berkolaborasi dengan si Abu. Putih dan Abu biasanya dinyalakan bersama saat bahan makanan begitu banyak. Ada event atau sedang berlebih. Sampai akhirnya kulkas Putih nasibnya sudah tak tertolong lagi karena telah diperbaiki bolak-balik dan usia. Kulkas Abu hidup sendiri sampai akhirnya rusak dan diganti dengan si Abu generasi 2. Si Abu versi lama tentunya tidak langsung dibuang tetapi dialihfungsikan menjadi lemari perabot. Jadi sampai sekarang, si Abu lama tetap berkolaborasi dengan si Abu baru. 

Lalu saya sempat setahunan kost. Masa ngekost saya tak punya kulkas, tak punya kompor dan juga segala perabot memasak. Beruntungnya, berkat jasa baik udunan para penghuni kost terdahulu, saya bisa pakai kompor bersama, katel bersama, panci bersama dan pernakpernik masak bersama lainnya. Dannn, saya bisa pakai sebagian kecil kulkas milik ibu kost secara gratis asal berani malu dan jam operasionalnya terbatas. Mengapa kulkas dilengkapi dengan paket malu? Karena, ternyata, sebelum saya, tidak ada anak kost yang berani rutin nebeng kulkas ke ibu kost! Saya baru tau fakta tersebut setelah  beberapa bulan nebeng kulkas. Tapi ya udah lah ya lempeng aja. Toh ibu kost mengijinkan dan saya butuh juga sarana tersebut. Dan mengapa jam operasional kulkas tersebut terbatas? Karena kulkas ibu kost disimpan di area yang berbeda dengan area kosan. Tepatnya disimpan di kosan sebelah yang dihuni oleh ibu kost. Jadi kalau mau ke sana, perlu nyebrang dulu, melewati tempat jemuran dan buka pintu "rumah sebelah". Ibu kost biasa tidur cepat. Sekitar jam 9 sehingga pintu rumah sebelah biasanya dikunci jam 9. Bahkan lebih cepat. Atau belum terkunci tetapi ibu kost merasa terganggu bila ada yang keluar masuk ke rumah sebelah saat dia bobo cantik (terungkap melalui obrolan pagi saat menjemur baju). Sedangkan saya dulu kadang pulang malam dengan perut lapar dan pengen makan. Yang mana  bahan makanan saya sebagian tersimpan di kulkas. Atau saya udah makan di luar dan ga laper, tapi bawa balanjaan yang butuh disimpan segera di kulkas. Ada juga masanya saya menggunakan kulkas melebihi kapasitas yang diijinkan karena kedarurotan. Ini juga bisa jadi perkara sama ibu kosan. Ya gitu deh cerita suka duka nebeng kulkas mah. Namanya juga nebeng! Pasti ada batasan dan berbeda dengan punya barang sendiri. 

Kenapa sih ga beli kulkas sendiri dan simpen di kamar kosan aja? Selain belum punya uangnya (kalopun ada, biasanya kepake buat prioritas lain), di kosan emang ga boleh simpen kulkas di kamar. Kegedean watt nya. Itu alasan yang diungkap oleh salah satu sesepuh kosan. Kosan kami kan kosan rakyat jelata~ Tapi rakyat jelata yang beruntung karena masih boleh nebeng rutin kulkas dan deket pisan sama akses angkot dan akses gaol di kota Bandung. Suatu kondisi yang perlu disyukuri. 

Setelah menikah dan pindah kontrakan selama 7 bulan ini, saya akhirnya putus hubungan dengan kulkas. Alias gapunya kulkas di kontrakan! Tapi alhamdulillah punya perabot lengkap memasak. Ya memang belum lengkap-lengkap amet seperti di rumah Cimahi atau belum selengkap temen-temen yang nikahnya udah bertahun-tahun. Tapi cukup pisan untuk memenuhi kebutuhan dasar memasak. Segitu ge Alhamdulillah. Hidup berjalan biasa aja karena akses ke pasar dekat sekali. Bisa dicapai hanya dengan berjalan kaki tanpa lelah. Begitupun jarak ke supermarket gede macem Griya dan Superindo. Tepatnya kontrakan kami ada di gang sebelah Griya. Akses ke macem-macem tukang makanan jadi juga dekat. Kurang strategis apa coba aksesnya? Butuh apa-apa tinggal ngesot (Asal ada uang tentunya). 

Tapi ya gitu aja manusia mah, selalu punya keinginan termasuk keinginan untuk punya #kulkas2017. Lalu mulailah si Anil cari-cari alesan untuk beli kulkas hehehe. 

  • Mulai dari: kan biar ga tiap hari bolakbalik ke pasar. 
  • Lalu disambung dengan: sayang nih makanan suka bersisa, kalau disikat abis, gendut dong! 
  • Atau: ada bahan-bahan yang kalau dibeli ukuran besar lebih hemat, tapi dia perlu disimpen di kulkas. 
  • Ada beberapa makanan yang bisa distok biar praktis tinggal sreng macem nugget, bumbu pecel  dkk. 

Begitulah manusia kalau udah punya keinginan, bisaaaa aja bikin alesan. 

Tapi akhirnya si kulkas belum terbeli juga sampai sekarang. Alasan klasiknya tentunya BELUM PUNYA UANG. Uang ada, tapi biasanya kepake terus untuk hal lain yang lebih prioritas. Alasan tersebut sangat jelas dan terukur. Gimana kalau uangnya ada? Mungkin ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. 

  • Pertama: itu kulkas mau ditaro dimana? Kontrakan kami kan kecil tapi imut. Begitu ditambah ditambah 1 barang baru makin sempit kayanya. Berikut kalo pindahan (yang belum tau kemana dan kapan), lumayan ribet juga kayanya. 
  • Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah konsekuensi biaya listrik yang perlu dibayar. Kalau lihat tetangga kontrakan kami, yang sama-sama pakai token dan punya kulkas, kejadiannya adalah: baru beberapa hari isi token, lalu udah nyala lagi alarmnya. Nuuuut, nutttt gitu aja terus berulang peristiwanya. Saya ga bener-bener ngitung berapa harinya dan juga males nanya usil berapa rupiah voucher listrik yang dia beli. Tapi nut-nut-nut alarm itu ganggu banget sodarasdari! Bisa berhari-hari. Jadi, kelanjutan dari punya barang misalnya "berapa biaya listrik yang perlu dibayarkan" penting dipertimbangkan nih sebelum beli kulkas. 
  • Hal lain yang perlu diperhatikan adalah: yakin ga neh perlu kulkas? Dari pengalaman tinggal di rumah Cimahi (tapi ga kejadian saat tinggal di kosan), kok kulkas seringkali jadi "tempat sampah sementara" bagi sisa-sisa makanan dan bahan makanan ya? Numpuk segala hal dan kadang sampai lupa ada makanan tersebut. Nyelip diantara tumpukan makanan lainnya. Atau ada benda yang begitu disayang-sayang, tersimpan lama dan akhirnya gak kemakan dan keburu kadaluarsa. Jadi punya atau ga punya kulkas, tentunya perlu manajemen makanan yang baik. Bukan boleh beli banyak-banyak dan nimbun lama-lama juga dong!

Jadi, punya #kulkas2017 atau engga ya?
Atau ada yang mau nyumbang kulkas buat di kontrakan kami? TETEP UJUNGNYA hahahaha.


Gambar dari sini


Punya pengalaman seru berkulkas? Ayo dibagi-bagi atuh!